Beberapa waktu terakhir setelah malam itu, kebersamaan kami
mengundang rasa sedikit tidak nyaman, lebih ke GR bahasa gaulnya, seolah ngapain
aja diperhatikan ia. Padahal kami hanya berteman, ada yang bilang “ teman tapi
mesra”. Kedekatan kami diam-diam terbaca teman-teman di kost.
Sejak itu kami sering jalan bareng, belajar dan kadang
sekedar jalan-jalan kemana berdua. Banyak hal yang aku pelajari dari
kedekatanku bersamanya, aku rasa nyaman berada disampingnya.
Lapangan Gajayana, ditengah ribuan pengunjung konsernya, pasangan
pemuda-pemudi menikmati anugerah cinta
Nya, menjadikan mata iri melihatnya. Konserpun usai dan gerombolan manusia berhamburan,
berdesakan mencari jalan menuju gerbang pintu keluar, Ahmad melindungiku dengan
kedua tangannya merangkulku dari belakang.
(dalam hati kubergumam, dalam pelukan ahmad) , “ Seandainya
diizinkan, aku ingin kau yang kan
memelukku selamanya, tapi… mengapa kamu sahabatku”, salahkah jika aku mencinta sahabatku
sendiri. Aku tak tau sejak kapan perasaan ini berubah menjadi cinta.
Beberapa menit setelah kejadian itu, kami hanya terdiam,
disepanjang perjalanan pulang kami. Sesampai ditempat kost aku jatuh pingsan
dengan nafas yang sesak. Tampaknya sakit yang pernah terjadi padaku sewaktu SMA
dulu kambuh lagi, harapan demi harapan akan kesembuhanku terucap diwaktu itu.
Haripun berganti, tampak olehku, ahmad ngrasa bersalah atas
kejadian malam itu. Rupanya karena ratna kecapekan dan mengakibatkan sesak
nafas ratna kambuh.
0 Komentar di "Gajayana menjadi saksi"
Posting Komentar